dewi ku
Jumat, 06 Mei 2011
Selasa, 16 November 2010
Kucingpun Buang Hajat Sembarangan
TULISAN ini diilhami oleh khotbah khotib di masjid kampung dekat rumah saya Jumat pekan lalu. Khotib itu mengatakan bahwa dewasa ini banyak manusia yang sudah melupakan hubungan dengan Tuhan, menafikan etika, moral, dan sopan-santun. Manusia, katanya, cenderung hanya memerhatikan kepentingannya sendiri tanpa mengingat kepentingan orang lain.
Perilaku manusia yang tidak bermoral itu, katanya, temyata menular kepada binatang. Lihatlah kucing, di masa lalu kucing jika akan buang hajat akan mencari tempat yang jauh dari kediaman manusia. Setelah itu, si kucing akan mengeruk tanah dengan kaki depannya guna membuat lobang dan di dalam lobang itulah dia membuang kolorannya. Setelah selesai, si kucing akan menutup lobang tersebut lalu menciuminya. Apabila masih tercium bau busuknya, kucing itu akan menambah timbunan tanah di atas lobang itu. Tapi kucing di zaman sekarang buang hajat semaunya bahkan juga di dekat pintu rumah, tidak lagi membuat lobang melainkan buang saja kotorannya sesukanya tanpa menutupinya sehingga baunya tersebar kemana-mana bahkan sering kita menginjak kotoran itu tanpa sengaja.
Bukan hanya kucing, anjing dan binatang lainpun cenderung semaunya saja seolah meninj perilaku manusia. Yang kita tidak tahu mungkin di dunia binatang itu kini ada juga korupsi karena meninj manusia. ilYaaflU*mhi)hhul"in hanyapadUku.binaUQ JPerilakaalatnpun mengalami perubahan. Lihat saja iklim dan musim yang kini berbuat semaunya tidak lagi mengikuti pakem. Di buku Ilmu Bumi saat kita di sekolah ditulis bahwa musim kering di Indonesia berlaku dari April-Oktober kemudian musim hujan mulai dari Oktobef-April. Tapi sekarang, tidak jelas lagi karena bisa saja hujan mengguyur di tengah musim kering dan sebaliknya hujan tidak pernah turun di saat musim hujan.
Dilaporkan bahwa suhu telah bertambah panas dan salju di Kutub Utara dan Kutub Selatan serta di puncak Himalaya mulai meleleh sehingga air laut meninggi dan menenggelamkan beberapa pulau kecil. Sebaliknya salju yang turun tampak makin banyak di beberapa negara yang tadinya relatif kekurangan salju. Banjir bandang kini melanda Makkah dan Jeddah sehingga menelan korban lebih dari 100 jiwa, padahal sebelumnya hal itu tidak pernah terjadi di sana dalam kurun puluhan tahun. Alam dan binatang selalu bereaksi terhadap ulah manusia karena manusia adalah khalifah di muka bumi ini. Manusia busuk akan membuat alam marah dan binatang berbuat ulah. Ini adalah masalah sebab-akibat, soal aksi-reaksi. Karena itu, kita harus melakukan penyadaran diri terus menerus untuk memperbaiki moralitas, etika, dan sopan-santun.
Dan yang paling utama, kita harus memperbaiki kualitas hubungan kita dengan Allah SWT agar kita dan bumi serta alam ini bisa saling bersinergi dalam kebaikan dan kedamaian. Selamat berakhir pekan dalam liburan panjang Natal dan Tahun Baru Masehi. (Amir Santoso, Gurubesar FISIP Ul; Rektor Universitas layabaya, lakarta)
Entitas terkaitAlam | Amir | Apabila | Banjir | Dilaporkan | Himalaya | Indonesia | Jeddah | Khotib | Lihatlah | Makkah | Manusia | Natal | Perilakaalatnpun | Perilaku | Sebaliknya | Selamat | TULISAN | UQ | Allah SWT | Gurubesar FISIP | Ilmu Bumi | Kutub Selatan | Kutub Utara | Rektor Universitas | Tahun Baru | Kucingpun Buang Hajat Sembarangan |
Ringkasan Artikel Ini
Tapi kucing di zaman sekarang buang hajat semaunya bahkan juga di dekat pintu rumah, tidak lagi membuat lobang melainkan buang saja kotorannya sesukanya tanpa menutupinya sehingga baunya tersebar kemana-mana bahkan sering kita menginjak kotoran itu tanpa sengaja. Di buku Ilmu Bumi saat kita di sekolah ditulis bahwa musim kering di Indonesia berlaku dari April-Oktober kemudian musim hujan mulai dari Oktobef-April. Tapi sekarang, tidak jelas lagi karena bisa saja hujan mengguyur di tengah musim kering dan sebaliknya hujan tidak pernah turun di saat musim hujan. Dilaporkan bahwa suhu telah bertambah panas dan salju di Kutub Utara dan Kutub Selatan serta di puncak Himalaya mulai meleleh sehingga air laut meninggi dan menenggelamkan beberapa pulau kecil.
TULISAN ini diilhami oleh khotbah khotib di masjid kampung dekat rumah saya Jumat pekan lalu. Khotib itu mengatakan bahwa dewasa ini banyak manusia yang sudah melupakan hubungan dengan Tuhan, menafikan etika, moral, dan sopan-santun. Manusia, katanya, cenderung hanya memerhatikan kepentingannya sendiri tanpa mengingat kepentingan orang lain.
Perilaku manusia yang tidak bermoral itu, katanya, temyata menular kepada binatang. Lihatlah kucing, di masa lalu kucing jika akan buang hajat akan mencari tempat yang jauh dari kediaman manusia. Setelah itu, si kucing akan mengeruk tanah dengan kaki depannya guna membuat lobang dan di dalam lobang itulah dia membuang kolorannya. Setelah selesai, si kucing akan menutup lobang tersebut lalu menciuminya. Apabila masih tercium bau busuknya, kucing itu akan menambah timbunan tanah di atas lobang itu. Tapi kucing di zaman sekarang buang hajat semaunya bahkan juga di dekat pintu rumah, tidak lagi membuat lobang melainkan buang saja kotorannya sesukanya tanpa menutupinya sehingga baunya tersebar kemana-mana bahkan sering kita menginjak kotoran itu tanpa sengaja.
Bukan hanya kucing, anjing dan binatang lainpun cenderung semaunya saja seolah meninj perilaku manusia. Yang kita tidak tahu mungkin di dunia binatang itu kini ada juga korupsi karena meninj manusia. ilYaaflU*mhi)hhul"in hanyapadUku.binaUQ JPerilakaalatnpun mengalami perubahan. Lihat saja iklim dan musim yang kini berbuat semaunya tidak lagi mengikuti pakem. Di buku Ilmu Bumi saat kita di sekolah ditulis bahwa musim kering di Indonesia berlaku dari April-Oktober kemudian musim hujan mulai dari Oktobef-April. Tapi sekarang, tidak jelas lagi karena bisa saja hujan mengguyur di tengah musim kering dan sebaliknya hujan tidak pernah turun di saat musim hujan.
Dilaporkan bahwa suhu telah bertambah panas dan salju di Kutub Utara dan Kutub Selatan serta di puncak Himalaya mulai meleleh sehingga air laut meninggi dan menenggelamkan beberapa pulau kecil. Sebaliknya salju yang turun tampak makin banyak di beberapa negara yang tadinya relatif kekurangan salju. Banjir bandang kini melanda Makkah dan Jeddah sehingga menelan korban lebih dari 100 jiwa, padahal sebelumnya hal itu tidak pernah terjadi di sana dalam kurun puluhan tahun. Alam dan binatang selalu bereaksi terhadap ulah manusia karena manusia adalah khalifah di muka bumi ini. Manusia busuk akan membuat alam marah dan binatang berbuat ulah. Ini adalah masalah sebab-akibat, soal aksi-reaksi. Karena itu, kita harus melakukan penyadaran diri terus menerus untuk memperbaiki moralitas, etika, dan sopan-santun.
Dan yang paling utama, kita harus memperbaiki kualitas hubungan kita dengan Allah SWT agar kita dan bumi serta alam ini bisa saling bersinergi dalam kebaikan dan kedamaian. Selamat berakhir pekan dalam liburan panjang Natal dan Tahun Baru Masehi. (Amir Santoso, Gurubesar FISIP Ul; Rektor Universitas layabaya, lakarta)
Entitas terkaitAlam | Amir | Apabila | Banjir | Dilaporkan | Himalaya | Indonesia | Jeddah | Khotib | Lihatlah | Makkah | Manusia | Natal | Perilakaalatnpun | Perilaku | Sebaliknya | Selamat | TULISAN | UQ | Allah SWT | Gurubesar FISIP | Ilmu Bumi | Kutub Selatan | Kutub Utara | Rektor Universitas | Tahun Baru | Kucingpun Buang Hajat Sembarangan |
Ringkasan Artikel Ini
Tapi kucing di zaman sekarang buang hajat semaunya bahkan juga di dekat pintu rumah, tidak lagi membuat lobang melainkan buang saja kotorannya sesukanya tanpa menutupinya sehingga baunya tersebar kemana-mana bahkan sering kita menginjak kotoran itu tanpa sengaja. Di buku Ilmu Bumi saat kita di sekolah ditulis bahwa musim kering di Indonesia berlaku dari April-Oktober kemudian musim hujan mulai dari Oktobef-April. Tapi sekarang, tidak jelas lagi karena bisa saja hujan mengguyur di tengah musim kering dan sebaliknya hujan tidak pernah turun di saat musim hujan. Dilaporkan bahwa suhu telah bertambah panas dan salju di Kutub Utara dan Kutub Selatan serta di puncak Himalaya mulai meleleh sehingga air laut meninggi dan menenggelamkan beberapa pulau kecil.
Selasa, 19 Oktober 2010
Minggu, 17 Oktober 2010
WILUJENG TEPUNG TAUN KOTA BANDUNG...!
BANDUNG memiliki nama-nama lain, seperti Kota Kembang, Parijs van Java, atau belakangan kota ini sering disebut Surga Kuliner. Dulu Bandung juga sempat dicap sebagai Kota Pendidikan. Sejalan dengan perkembangannya, Bandung memang menjanjikan bagi warga dan pendatang untuk menikmati hidup. Semuanya berlomba untuk mencari penghidupan, atau hanya sekadar menikmati keindahan kota ini.
Sejalan dengan waktu, nama-nama yang melekat dengan kota ini seperti pudar. Bandung memang sudah tak sesejuk dulu. Tengok saja setiap hari, kemacetan bukan hal baru lagi di sini. Kota Bandung, yang wilayahnya tak lagi berkembang, kini telah penuh sesak oleh warga yang melakukan aktivitas di kota ini.
Bandung, yang selalu berkembang, telah memberikan penghidupan bagi jutaan warganya. Dan, sepanjang manusia bernapas dan mengharapkan penghidupan di kota ini, kota ini takkan berhenti untuk berkembang. Tentu saja idealnya perkembangan individu-individu di dalamnya harus diimbangi pembangunan yang memadai.
Contoh yang sering kita lihat sehari-hari adalah sarana jalan. Secara kasat mata, kota ini tak pernah menambah jalan, sejak jalan layang Pasupati diresmikan. Jalan-jalan yang pendek menjadikan kota ini mendapat julukan kota macet karena saking macetnya. Belum lagi jalan-jalan yang rusak menjadi satu di antara penyebab kemacetan di kota ini.
Jangan lupa, jalan adalah sarana yang selalu menjadi perhatian para pendatang. Bandung, yang menjanjikan surga bagi pelancong, takkan menjadi surga lagi kalau jalannya tak mulus dan penuh lubang. Tanpa harus ada penelitian, jika jalanan mulus dan tingkat kemacetan dikurangi bakal memberi kenyamanan pada pengunjung. Bukankah tamu itu harus diberi pelayanan bagus dari tuan rumah. Rasanya jalanan bagus merupakan pelayanan yang harus diberikan pemerintah kota ini. Tentu saja bukan hanya untuk pelancong, tapi warganya juga yang setiap hari menggunakan sarana vital tersebut.
Sebagai catatan, Kota Bandung kini menjadi kota terpadat di Jawa Barat. Data dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat menyebutkan tingkat kepadatan penduduk mencapai 14.228 orang per kilometer persegi. Total jumlah penduduk di Kota Bandung mencapai 2.393.633 orang. Sebuah angka fantastis dibanding kota-kota lain di Jawa Barat. Jumlah penduduk di Kota Bandung memang tertinggi di antara kota-kota lain di Jawa Barat.
Tentu saja jutaan warga tersebut sangat berharap untuk bisa menikmati kehidupan yang layak, dan tentu saja tak hanya jalan yang mulus, tapi semua sektor kehidupan. Hari ini, usia kota ini sudah genap 200 tahun. Harusnya usia tersebut bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk menyejahterakan warganya. Selamat ulang tahun, Kota Bandung.
BANDUNG memiliki nama-nama lain, seperti Kota Kembang, Parijs van Java, atau belakangan kota ini sering disebut Surga Kuliner. Dulu Bandung juga sempat dicap sebagai Kota Pendidikan. Sejalan dengan perkembangannya, Bandung memang menjanjikan bagi warga dan pendatang untuk menikmati hidup. Semuanya berlomba untuk mencari penghidupan, atau hanya sekadar menikmati keindahan kota ini.
Sejalan dengan waktu, nama-nama yang melekat dengan kota ini seperti pudar. Bandung memang sudah tak sesejuk dulu. Tengok saja setiap hari, kemacetan bukan hal baru lagi di sini. Kota Bandung, yang wilayahnya tak lagi berkembang, kini telah penuh sesak oleh warga yang melakukan aktivitas di kota ini.
Bandung, yang selalu berkembang, telah memberikan penghidupan bagi jutaan warganya. Dan, sepanjang manusia bernapas dan mengharapkan penghidupan di kota ini, kota ini takkan berhenti untuk berkembang. Tentu saja idealnya perkembangan individu-individu di dalamnya harus diimbangi pembangunan yang memadai.
Contoh yang sering kita lihat sehari-hari adalah sarana jalan. Secara kasat mata, kota ini tak pernah menambah jalan, sejak jalan layang Pasupati diresmikan. Jalan-jalan yang pendek menjadikan kota ini mendapat julukan kota macet karena saking macetnya. Belum lagi jalan-jalan yang rusak menjadi satu di antara penyebab kemacetan di kota ini.
Jangan lupa, jalan adalah sarana yang selalu menjadi perhatian para pendatang. Bandung, yang menjanjikan surga bagi pelancong, takkan menjadi surga lagi kalau jalannya tak mulus dan penuh lubang. Tanpa harus ada penelitian, jika jalanan mulus dan tingkat kemacetan dikurangi bakal memberi kenyamanan pada pengunjung. Bukankah tamu itu harus diberi pelayanan bagus dari tuan rumah. Rasanya jalanan bagus merupakan pelayanan yang harus diberikan pemerintah kota ini. Tentu saja bukan hanya untuk pelancong, tapi warganya juga yang setiap hari menggunakan sarana vital tersebut.
Sebagai catatan, Kota Bandung kini menjadi kota terpadat di Jawa Barat. Data dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat menyebutkan tingkat kepadatan penduduk mencapai 14.228 orang per kilometer persegi. Total jumlah penduduk di Kota Bandung mencapai 2.393.633 orang. Sebuah angka fantastis dibanding kota-kota lain di Jawa Barat. Jumlah penduduk di Kota Bandung memang tertinggi di antara kota-kota lain di Jawa Barat.
Tentu saja jutaan warga tersebut sangat berharap untuk bisa menikmati kehidupan yang layak, dan tentu saja tak hanya jalan yang mulus, tapi semua sektor kehidupan. Hari ini, usia kota ini sudah genap 200 tahun. Harusnya usia tersebut bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk menyejahterakan warganya. Selamat ulang tahun, Kota Bandung.
Minggu, 10 Oktober 2010
Beberapa tahun terakhir ini di Indonesia termasuk tanah Papua mengalami peningkatan intensitas dan frekwensi perubahan cuaca yang mengkhawatirkan. Perubahan ini berakibat pada masalah banjir, kekeringan. Kejadian-kejadian ini berawal dari penggundulan dan kerusakan hutan, seperti kebakaran hutan dan lahan. Merujuk dari berbagai peristiwa bencana tersebut, Hari Lingkungan Hidup Tahun 2010 mengingatkan mansuia untuk selalu berwaspada terhadap bencana lingkungan termasuk perubahan iklim yang terjadi sebagai akibat dari kerusakan lingkungan.
Pemerintah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap masalah lingkungan hidup terutama perubahan iklim yang menyebabkan pemanasan bumi. Semua kejadian bencana yang dialami umat manusia sebenar-nya karena ulah manusia sen-diri. Karena itu dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2010 ini, mudah-mudahan bisa menjadi dasar bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup dan pemulihan kualitas lingkungan hidup di masa depan berdasar-kan prinsip-prinsip pembangun-an berkelanjutan. Jangan hanya karena mengejar ketertinggalan sebagai bangsa dan negara yang miskin, atau hanya karena investasi demi pendapatan asli negara atau daerah. Hutan tropis hancur yang mengakibatkan bencana bertubi-tubi setelah sekali menanam investasi.
Isu perubahan iklim yang mengancam kehidupan umat manusia dan seluruh ekosistem di bumi ini dirasa sebagai hal yang sulit dipecahkan seperti kemiskinan, pembangunan ekonomi, dan pertumbuhan pen-duduk yang tidak terkendali. Bahkan isu ini dihebohkan diseluruh belahan dunia menyerupai ancaman “perang”. Upaya mengatasinya disamakan dengan peringatan perang. Forum-forum internasional pun mengemukakan bahwa mengatasi persoalan pemanasan global bukanlah hal yang mudah, tapi membiar-kannya menjadi tambah parah karena kerusakan lingkungan merupakan ulah manusia itu sendiri.
Persoalan pemanasan global dan perubahan iklim yang menggejala tersebut, memperlihatkan bahwa berbagai aktivitas pembangunan yang dilakukan kurang memperhatikan keber-lanjutan ekologis yang meru-pakan faktor mendasar bagi pembangunan. Perhatian dunia akhir-akhir ini ditujukan pada persoalan perubahan iklim yang diyakini mulai terasa dampak-nya. Di Indonesia gejala-gejala yang sering dianggap sebagai dampak dari perubahan iklim ini misalnya adalah gejala perubah-an musim yang diindikasikan oleh banjir dan badai pada mu-sim hujan yang semakin sering terjadi. Kekeringan yang merata di mana-mana pada musim kemarau, atau temperatur udara yang terasa lebih hangat di berbagai tempat. Sementara itu beberapa pulau kecil tenggelam, hal ini diindikasikan karena meningkatnya permukaan air laut, karena gunung-gunung es di daerah kutub utara dan selatan bumi ini mencair.
Dalam pidato Pembukaan Pertemuan Tingkat Tinggi UNFCCC di Bali pada Desember 2007, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan seluruh dunia, khususnya bangsa Indonesia, harus mengantisipasi persoalan ini dengan cara melakukan berbagai tindakan nyata mengu-rangi.
Bahkan meniadakan faktor-faktor yang menyebabkan ter-jadinya pemanasan global. Presiden SBY menegaskan kecenderungan terjadinya perubahan iklim harus bisa dikendalikan dengan berbagai aksi nyata pemeliharaan keles-tarian hutan di seluruh bumi ini, terutama di Indonesia. Sehu-bungan dengan persoalan itu, peran Indonesia dalam men-cegah dan atau mengendalikan gejala perubahan iklim ini akan sangat berarti.
Kawasan hutan yang masih luas di Indonesia sangat potensial sebagai tempat menyerap karbon. Demikian pula dengan lautan yang luasnya dua pertiga dari luas wilayah Indonesia, yang dianggap memiliki potensi yang sangat besar dalam mencegah terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim karena kemam-puannya menyerap CO2.
Namun, peran yang sangat penting itu hanya akan bisa terwujud apabila Pemerintah Indonesia dan segenap bangsa Indonesia mampu mengelola sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Berkaitan dengan hal tersebut, sejak tahun 2007, Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Negara Lingkungan Hidup diharapkan membuat kebijakan politik sektoral yang memadai bagi terciptanya pem-bangunan berkelanjutan di In-donesia dan sekaligus sebagai upaya peningkatan kesadaran publik tentang pentingnya pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.
Pertanyaannya adalah apakah pemerintah Indonesia, khususnya yang membidangi sektor kehutanan dan lingkungan hidup sudah menjalankan fungsinya sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk menjamin adanya pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan dan tidak merusak hutan tropis untuk kepentingan inves-tasi sektoral lainnya seperti per-kebunan sawit dan industri eks-ktraktif pertambangan?
Adalah de facto bahwa perizinan ekspansi perkebunan sawit dan pengerukan asset al-am seperti pertambangan batu bara, nikel, tembaga, emas yang merupakan industri ekstraktif perusak lingkungan masih terus terjadi di Indonesia. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi kita bahwa di satu pihak kita menginginkan perlindungan hutan untuk kepentingan peng-endalian perubahan iklim. Nam-un di sisi lain kita menghan-curkan lingkungan karena tekanan investasi industri ekstraktif dan perkebunan sawit. Ini sama saja dengan ‘latihan lain, main lain; bicara lain, buat lain’. Salah satu contoh adalah keberadaan perkebunan sawit PT. Medcopapua Hijau Selaras di kabupaten Manokwari, provinsi Papua Ba-rat.(JUBI/Pietsaw/Manokwari)
Pemerintah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap masalah lingkungan hidup terutama perubahan iklim yang menyebabkan pemanasan bumi. Semua kejadian bencana yang dialami umat manusia sebenar-nya karena ulah manusia sen-diri. Karena itu dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2010 ini, mudah-mudahan bisa menjadi dasar bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup dan pemulihan kualitas lingkungan hidup di masa depan berdasar-kan prinsip-prinsip pembangun-an berkelanjutan. Jangan hanya karena mengejar ketertinggalan sebagai bangsa dan negara yang miskin, atau hanya karena investasi demi pendapatan asli negara atau daerah. Hutan tropis hancur yang mengakibatkan bencana bertubi-tubi setelah sekali menanam investasi.
Isu perubahan iklim yang mengancam kehidupan umat manusia dan seluruh ekosistem di bumi ini dirasa sebagai hal yang sulit dipecahkan seperti kemiskinan, pembangunan ekonomi, dan pertumbuhan pen-duduk yang tidak terkendali. Bahkan isu ini dihebohkan diseluruh belahan dunia menyerupai ancaman “perang”. Upaya mengatasinya disamakan dengan peringatan perang. Forum-forum internasional pun mengemukakan bahwa mengatasi persoalan pemanasan global bukanlah hal yang mudah, tapi membiar-kannya menjadi tambah parah karena kerusakan lingkungan merupakan ulah manusia itu sendiri.
Persoalan pemanasan global dan perubahan iklim yang menggejala tersebut, memperlihatkan bahwa berbagai aktivitas pembangunan yang dilakukan kurang memperhatikan keber-lanjutan ekologis yang meru-pakan faktor mendasar bagi pembangunan. Perhatian dunia akhir-akhir ini ditujukan pada persoalan perubahan iklim yang diyakini mulai terasa dampak-nya. Di Indonesia gejala-gejala yang sering dianggap sebagai dampak dari perubahan iklim ini misalnya adalah gejala perubah-an musim yang diindikasikan oleh banjir dan badai pada mu-sim hujan yang semakin sering terjadi. Kekeringan yang merata di mana-mana pada musim kemarau, atau temperatur udara yang terasa lebih hangat di berbagai tempat. Sementara itu beberapa pulau kecil tenggelam, hal ini diindikasikan karena meningkatnya permukaan air laut, karena gunung-gunung es di daerah kutub utara dan selatan bumi ini mencair.
Dalam pidato Pembukaan Pertemuan Tingkat Tinggi UNFCCC di Bali pada Desember 2007, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan seluruh dunia, khususnya bangsa Indonesia, harus mengantisipasi persoalan ini dengan cara melakukan berbagai tindakan nyata mengu-rangi.
Bahkan meniadakan faktor-faktor yang menyebabkan ter-jadinya pemanasan global. Presiden SBY menegaskan kecenderungan terjadinya perubahan iklim harus bisa dikendalikan dengan berbagai aksi nyata pemeliharaan keles-tarian hutan di seluruh bumi ini, terutama di Indonesia. Sehu-bungan dengan persoalan itu, peran Indonesia dalam men-cegah dan atau mengendalikan gejala perubahan iklim ini akan sangat berarti.
Kawasan hutan yang masih luas di Indonesia sangat potensial sebagai tempat menyerap karbon. Demikian pula dengan lautan yang luasnya dua pertiga dari luas wilayah Indonesia, yang dianggap memiliki potensi yang sangat besar dalam mencegah terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim karena kemam-puannya menyerap CO2.
Namun, peran yang sangat penting itu hanya akan bisa terwujud apabila Pemerintah Indonesia dan segenap bangsa Indonesia mampu mengelola sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Berkaitan dengan hal tersebut, sejak tahun 2007, Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Negara Lingkungan Hidup diharapkan membuat kebijakan politik sektoral yang memadai bagi terciptanya pem-bangunan berkelanjutan di In-donesia dan sekaligus sebagai upaya peningkatan kesadaran publik tentang pentingnya pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.
Pertanyaannya adalah apakah pemerintah Indonesia, khususnya yang membidangi sektor kehutanan dan lingkungan hidup sudah menjalankan fungsinya sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk menjamin adanya pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan dan tidak merusak hutan tropis untuk kepentingan inves-tasi sektoral lainnya seperti per-kebunan sawit dan industri eks-ktraktif pertambangan?
Adalah de facto bahwa perizinan ekspansi perkebunan sawit dan pengerukan asset al-am seperti pertambangan batu bara, nikel, tembaga, emas yang merupakan industri ekstraktif perusak lingkungan masih terus terjadi di Indonesia. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi kita bahwa di satu pihak kita menginginkan perlindungan hutan untuk kepentingan peng-endalian perubahan iklim. Nam-un di sisi lain kita menghan-curkan lingkungan karena tekanan investasi industri ekstraktif dan perkebunan sawit. Ini sama saja dengan ‘latihan lain, main lain; bicara lain, buat lain’. Salah satu contoh adalah keberadaan perkebunan sawit PT. Medcopapua Hijau Selaras di kabupaten Manokwari, provinsi Papua Ba-rat.(JUBI/Pietsaw/Manokwari)
Langganan:
Postingan (Atom)