Beberapa tahun terakhir ini di Indonesia termasuk tanah Papua mengalami peningkatan intensitas dan frekwensi perubahan cuaca yang mengkhawatirkan. Perubahan ini berakibat pada masalah banjir, kekeringan. Kejadian-kejadian ini berawal dari penggundulan dan kerusakan hutan, seperti kebakaran hutan dan lahan. Merujuk dari berbagai peristiwa bencana tersebut, Hari Lingkungan Hidup Tahun 2010 mengingatkan mansuia untuk selalu berwaspada terhadap bencana lingkungan termasuk perubahan iklim yang terjadi sebagai akibat dari kerusakan lingkungan.
Pemerintah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap masalah lingkungan hidup terutama perubahan iklim yang menyebabkan pemanasan bumi. Semua kejadian bencana yang dialami umat manusia sebenar-nya karena ulah manusia sen-diri. Karena itu dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2010 ini, mudah-mudahan bisa menjadi dasar bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup dan pemulihan kualitas lingkungan hidup di masa depan berdasar-kan prinsip-prinsip pembangun-an berkelanjutan. Jangan hanya karena mengejar ketertinggalan sebagai bangsa dan negara yang miskin, atau hanya karena investasi demi pendapatan asli negara atau daerah. Hutan tropis hancur yang mengakibatkan bencana bertubi-tubi setelah sekali menanam investasi.
Isu perubahan iklim yang mengancam kehidupan umat manusia dan seluruh ekosistem di bumi ini dirasa sebagai hal yang sulit dipecahkan seperti kemiskinan, pembangunan ekonomi, dan pertumbuhan pen-duduk yang tidak terkendali. Bahkan isu ini dihebohkan diseluruh belahan dunia menyerupai ancaman “perang”. Upaya mengatasinya disamakan dengan peringatan perang. Forum-forum internasional pun mengemukakan bahwa mengatasi persoalan pemanasan global bukanlah hal yang mudah, tapi membiar-kannya menjadi tambah parah karena kerusakan lingkungan merupakan ulah manusia itu sendiri.
Persoalan pemanasan global dan perubahan iklim yang menggejala tersebut, memperlihatkan bahwa berbagai aktivitas pembangunan yang dilakukan kurang memperhatikan keber-lanjutan ekologis yang meru-pakan faktor mendasar bagi pembangunan. Perhatian dunia akhir-akhir ini ditujukan pada persoalan perubahan iklim yang diyakini mulai terasa dampak-nya. Di Indonesia gejala-gejala yang sering dianggap sebagai dampak dari perubahan iklim ini misalnya adalah gejala perubah-an musim yang diindikasikan oleh banjir dan badai pada mu-sim hujan yang semakin sering terjadi. Kekeringan yang merata di mana-mana pada musim kemarau, atau temperatur udara yang terasa lebih hangat di berbagai tempat. Sementara itu beberapa pulau kecil tenggelam, hal ini diindikasikan karena meningkatnya permukaan air laut, karena gunung-gunung es di daerah kutub utara dan selatan bumi ini mencair.
Dalam pidato Pembukaan Pertemuan Tingkat Tinggi UNFCCC di Bali pada Desember 2007, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan seluruh dunia, khususnya bangsa Indonesia, harus mengantisipasi persoalan ini dengan cara melakukan berbagai tindakan nyata mengu-rangi.
Bahkan meniadakan faktor-faktor yang menyebabkan ter-jadinya pemanasan global. Presiden SBY menegaskan kecenderungan terjadinya perubahan iklim harus bisa dikendalikan dengan berbagai aksi nyata pemeliharaan keles-tarian hutan di seluruh bumi ini, terutama di Indonesia. Sehu-bungan dengan persoalan itu, peran Indonesia dalam men-cegah dan atau mengendalikan gejala perubahan iklim ini akan sangat berarti.
Kawasan hutan yang masih luas di Indonesia sangat potensial sebagai tempat menyerap karbon. Demikian pula dengan lautan yang luasnya dua pertiga dari luas wilayah Indonesia, yang dianggap memiliki potensi yang sangat besar dalam mencegah terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim karena kemam-puannya menyerap CO2.
Namun, peran yang sangat penting itu hanya akan bisa terwujud apabila Pemerintah Indonesia dan segenap bangsa Indonesia mampu mengelola sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Berkaitan dengan hal tersebut, sejak tahun 2007, Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Negara Lingkungan Hidup diharapkan membuat kebijakan politik sektoral yang memadai bagi terciptanya pem-bangunan berkelanjutan di In-donesia dan sekaligus sebagai upaya peningkatan kesadaran publik tentang pentingnya pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.
Pertanyaannya adalah apakah pemerintah Indonesia, khususnya yang membidangi sektor kehutanan dan lingkungan hidup sudah menjalankan fungsinya sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk menjamin adanya pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan dan tidak merusak hutan tropis untuk kepentingan inves-tasi sektoral lainnya seperti per-kebunan sawit dan industri eks-ktraktif pertambangan?
Adalah de facto bahwa perizinan ekspansi perkebunan sawit dan pengerukan asset al-am seperti pertambangan batu bara, nikel, tembaga, emas yang merupakan industri ekstraktif perusak lingkungan masih terus terjadi di Indonesia. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi kita bahwa di satu pihak kita menginginkan perlindungan hutan untuk kepentingan peng-endalian perubahan iklim. Nam-un di sisi lain kita menghan-curkan lingkungan karena tekanan investasi industri ekstraktif dan perkebunan sawit. Ini sama saja dengan ‘latihan lain, main lain; bicara lain, buat lain’. Salah satu contoh adalah keberadaan perkebunan sawit PT. Medcopapua Hijau Selaras di kabupaten Manokwari, provinsi Papua Ba-rat.(JUBI/Pietsaw/Manokwari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar