Minggu, 10 Oktober 2010

Beberapa tahun terak­hir ini di  Indonesia terma­suk tanah Papua mengalami pening­katan intensitas dan fre­kwensi perubahan cuaca yang meng­khawatirkan. Perubahan ini berakibat pada masalah banjir, kekeringan. Kejadian-kejadian ini berawal dari penggundulan dan kerusakan hutan, seperti kebakaran hutan dan lahan. Merujuk dari berba­gai peris­tiwa bencana tersebut, Hari Lingkungan Hidup Tahun 2010 mengingat­kan mansuia untuk selalu berwaspada terha­dap bencana lingkungan terma­suk perubahan iklim yang terjadi sebagai akibat dari kerusakan lingkungan.
Pemerintah menaruh perhati­an yang sangat be­sar terhadap masalah lingkungan hidup terutama perubahan iklim yang menyebabkan pemanasan bumi. Semua kejadian bencana yang dialami umat manusia sebenar-nya karena  ulah manu­sia sen-diri. Karena itu dalam rangka peringatan Hari Lingku­ng­an Hidup Sedunia, 5 Juni 2010 ini, mudah-mudahan bisa  menjadi dasar bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup dan pemulihan kualitas lingkungan hidup di masa depan berdasar-kan prinsip-prinsip pembangun-an berkelanjutan. Jangan hanya karena  mengejar keterting­galan sebagai bangsa dan nega­ra yang miskin, atau hanya karena investasi demi penda­patan asli negara atau daerah. Hutan tropis  hancur yang mengakibatkan bencana bertubi-tubi setelah sekali menanam inves­tasi.
Isu perubahan iklim yang mengancam kehi­dupan umat manusia dan seluruh ekosistem di bumi ini dirasa sebagai hal yang sulit dipecahkan seperti kemiskinan, pembangunan ekonomi, dan pertumbuhan pen-duduk yang tidak terkendali. Bahkan isu ini dihebohkan diseluruh belahan dunia menye­rupai ancaman “perang”. Upa­ya mengatasinya disama­kan dengan peringatan perang. Forum-forum inter­nasio­nal pun mengemukakan bahwa menga­tasi persoalan pemanas­an global bukanlah hal yang mudah, tapi membiar-kannya menjadi­ tambah parah karena kerusakan lingkungan merupa­kan ulah manusia itu sendiri.
Persoalan pemanasan global dan perubahan iklim yang meng­gejala tersebut, memperli­hat­kan bahwa berbagai aktivi­tas pembangunan yang dilaku­kan kurang memperhati­kan keber-lanjutan ekologis yang meru-pakan faktor mendasar bagi pembangunan. Perhatian dunia akhir-akhir ini ditujukan pada persoalan perubahan iklim yang diyakini mulai terasa dampak-nya. Di Indonesia geja­la-gejala yang sering dianggap sebagai dampak dari perubahan iklim ini misalnya adalah gejala perubah-an musim yang diindi­kasi­kan oleh banjir dan badai pada mu-sim hujan yang sema­kin sering terjadi. Keke­ring­an yang merata di mana-mana pada musim kemarau, atau temperatur udara yang terasa lebih hangat di berbagai tempat. Sementara itu beberapa pulau kecil tenggelam, hal ini diindi­kasikan karena mening­kat­nya permukaan air laut, karena gun­ung-gunung es di daerah kutub utara dan selatan bumi ini mencair.
Dalam pidato Pembukaan Pertemuan Tingkat Tinggi UNFCCC di Bali pada Desem­ber 2007,  Presiden Indo­nesia, Susilo Bambang Yudho­yono menegaskan seluruh dunia, khususnya bangsa Indo­nesia, harus mengantisipasi persoalan ini dengan cara melakukan berbagai tindakan nyata mengu-rangi.
Bahkan meniadakan faktor-faktor yang menyebabkan ter-jadinya pemanasan global. Presiden SBY menegaskan kecen­­deru­ngan terjadinya perubahan iklim harus bisa dikendalikan dengan berbagai aksi nyata pemeliharaan keles-tarian hutan di seluruh bumi ini, terutama di Indonesia. Sehu-bungan dengan persoalan itu, peran Indone­sia dalam men-cegah dan atau mengendalikan ge­jala peruba­han iklim ini akan sangat berarti.
Kawasan hutan yang masih luas di Indonesia sangat poten­sial sebagai tempat menyerap karbon. Demikian pula dengan lautan yang luasnya dua pertiga dari luas wilayah Indonesia, yang dianggap memiliki potensi yang sangat besar dalam mencegah terjadinya pemanas­an global dan perubah­an iklim karena kemam-puannya menye­rap CO2.
Namun, peran yang sangat penting itu hanya akan bisa terwujud apabila Pemerintah Indonesia dan segenap bangsa Indonesia mampu mengelola sumber daya alam dan ling­kung­an secara berkelanjut­an.
Berkait­an dengan hal tersebut, sejak tahun 2007, Pemerin­tah Indonesia melalui Kementrian Negara Lingkung­an Hidup diharap­kan membuat kebijakan politik sektoral yang memadai bagi terciptanya pem-bangunan berkelanjutan di In-donesia dan sekaligus sebagai upaya peningkatan kesadaran publik tentang pentingnya pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.
Pertanyaannya adalah apa­kah pemerintah Indonesia, khususnya yang membidangi sektor kehutanan dan lingkung­an hidup sudah menjalankan fungsinya sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk menjamin adanya pengelolaan lingkungan secara berkelan­jutan dan tidak merusak hutan tropis untuk kepentingan inves-tasi sektoral lainnya seperti per-kebunan sawit dan industri eks-ktraktif pertambangan?
Adalah de facto bahwa peri­zin­an ekspansi perkebunan sawit dan pengerukan asset al-am seperti pertambangan batu bara, nikel, tembaga, emas yang merupakan industri eks­trak­tif perusak lingkungan masih terus terjadi di Indonesia. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi kita bahwa di satu pihak kita menginginkan perlin­dungan hutan untuk kepenting­an peng-endalian perubahan iklim. Nam-un di sisi lain kita menghan-­curkan lingkungan karena tekanan investasi industri ekstraktif dan perke­bunan sawit. Ini sama saja de­ngan ‘latihan lain, main lain; bicara lain, buat lain’. Salah satu contoh adalah keberadaan perkebunan sawit PT. Medco­pa­pua Hijau Selaras di kabupa­ten Manokwari, provinsi Papua Ba-rat.(JUBI/Pietsaw/Manokwari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar